Senin, 01 Mei 2023

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin Pembelajaran

Sebagai seorang guru, sering berada dalam situasi dilema etika maupun moral, dan guru dituntut membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai kebajikan yang diyakini dan juga peraturan yang berlaku. Bagaimana membuat keputusan berbasis nilai-nilai kebajikan sebagai pemimpin pembelajaran (guru). Setelah mempelajari modul 3.1 tentang pengambilan keputusan, Saya menyadari bahwa pengambilan keputusan merupakan tugas paling berat yang diemban sebagai pemimpin pembelajaran, karena keputusan yang dibuat sebagai pemimpin pembelajaran akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap intitusi atau dalam hal ini sekolah sebagai institusi moral, dimana guru berperan sebagai teladan yang digugu dan ditiru, dan keputusan tersebut juga berdampak pada murid-murid bahkan kualitas pendidikan di sekolah. Saya juga menyadari perlunya pengetahuan dasar dalam mengambil keputusan yang beretika, prinsip-prinsip pengambilan keputusan, nilai-nilai atau paradigma berpikir, maupun langkah-langkah pengambilan dan pengujian keputusan, sehingga menghasilkan keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada murid.Saya merasa bersyukur karena dalam modul 3.1 ini saya bisa memahami tentang pengambilan keputusan yang tepat dan menjadi lebih percaya diri dan berani mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan yang saya dapatkan di modul 3.1 ini. Dalam pengambilan keputusan guru harus menerapkan prinsip atau dasar pengambilan keputusan yang tepat yaitu menggunakan 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Bagaimana pandangan Ki Hajar Dewantara (KHD) dengan filosofi Pratap Triloka memiliki pengaruh terhadap bagaimana sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran diambil?

KHD mengusung Pratap Triloka dalam pendidikan sebagai sistem among, yaitu ing ngarsa sung tuladha, artinya seorang guru menjadi teladan bagi muridnya. Ing madya mangun karsa, artinya guru menjalin komunikasi yang baik diantara muridnya. Tut wuri handayani, yaitu guru selalu memotivasi serta mendorong muridnya berkembang sesuai potensinya.

Dalam menjalankan peran sebagai guru, ada kalanya guru dihadapkan dalam situasi yang mengandung dilema etika dan bujukan moral. Dilema etika merupakan sebuah situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih dua pilihan. Di mana kedua pilihan benar secara moral, tetapi bertentangan. Bujukan moral adalah sebuah situasi ketika pendidik harus memilih keputusan benar atau salah.

Menurut penulis pengaruh pandangan Ki Hajar Dewantara dengan filosofi Pratap Triloka terhadap sebuah pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran adalah guru menyadari dalam lingkungan sekolah akan ditemukan berbagai dilema etika dan bujukan moral. Maka dari itu disinilah guru harus memiliki kompetensi dan peran sesuai dengan filosofi Pratap Triloka dari KHD dengan cara menjadi sosok teladan yang positif, motivator, dan sekaligus moral support bagi murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila dan merdeka belajar sehingga  guru seyogyanya selalu mengacu pada 9 langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan dalam situasi yang menantang dan bersikap reflektif, kritis, dan kreatif dalam proses tersebut.

Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Nilai-nilai yang tertanam dalam diri akan menentukan cara pandang terhadap situasi atau masalah, prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan. Dalam pengambilan keputusan, penulis mengenal ada tiga prinsip yang dapat dimbil yakni Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan tentunya berkaitan dengan nilai- nilai yang tertanam dalam diri. Misalnya, guru yang memiliki empati yang tinggi, rasa kasih sayang dan kepedulian cenderung akan memilih prinsip Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking). Sedangkan guru yang memiliki sikap jujur dan komitmen yang kuat untuk tunduk pada peraturan cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking). Dan guru yang reflektif dan memiliki jiwa sosial yang tinggi cenderung memilih prinsip Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking).

Bagaimana kegiatan terbimbing yang kita lakukan pada materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil. Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut. Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada modul 2 sebelumnya.

Dalam materi pengambilan keputusan yang dipelajari penulis saat ini ternyata memiliki hubungan yang erat dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang pernah dilakukan pada modul sebelumnya. Jika pada proses coaching kita membantu agar coachee dapat membuat keputusannya secara mandiri maka dalam modul ini kita kembali melakukan refleksi apakah keputusan yang dibuat tersebut dapat dipertanggungjawabkan, menjadi win-win solution bagi pembuat keputusan atau justru akan dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Dalam pembelajaran pengambilan keputusan ini, penulis diberikan panduan berupa 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan yang tentu akan membuat suatu keputusan semakin tajam dan matang.

Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Sebagai seorang pendidik tentu akan menghadapi situasi dilema etika atau bujukan moral di lingkungan sekolah. Pembahasan studi kasus pada modul ini memberikan contoh-contoh yang biasa terjadi dan mungkin saja pernah dialami oleh sebagian guru. Hal ini akan memberikan rambu-rambu dan pedoman agar guru-guru tidak terjebak dalam situasi yang sama dan dapat bertindak secara bijak melalui prinsip, paradigma, dan langkah dalam pengujian dan pengambilan keputusan akan membuat kita semakin menyadari perilaku yang benar dan perilaku yang salah.

Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman?

Pengambilan keputusan memiliki arti penting bagi maju atau mundurnya suatu sekolah. Pengambilan keputusan yang tepat akan menghasilkan suatu perubahan terhadap sekolah ke arah yang lebih baik, terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Namun sebaliknya pengambilan keputusan yang salah akan berdampak buruk pada perjalanan roda sekolah itu sendiri.

Selanjutnya, apakah kesulitan-kesulitan di lingkungan Anda yang sulit dilaksanakan untuk menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Apakah ini kembali ke masalah perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Perubahan tidak dapat dibangun dalam waktu semalam. Paradigma yang sudah tertanam begitu lama di benak warga sekolah (kepala sekolah, guru, murid, wali murid dan masyarakat) dan telah menjadi budaya tentu akan menjadi sebuah tantangan dan sulit dihilangkan. Kasus dilema etika pun masih akan menjadi bagian dalam skenario di lingkungan sekolah. Menurut penulis, pelaku harus fokus pada proses dan langkah perubahan yang telah dibuat meski masih seumur jagung, sebesar apapun batu yang menghalangi akan ada celah meski hanya dari beberapa tetesan dukungan dan semangat.

Dan pada akhirnya, apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?

Sebagai pemimpin pembelajaran tentunya pengambilan keputusan akan sangat berpengaruh pada pengajaran yang diberikan kepada murid, apakah dengan metode klasik seperti ceramah yang cenderung membuat murid statis ataupun pengajaran yang mempertimbangkan model pembelajaran yang memandang keberagaman dan aspek sosial emosional murid sehingga dapat memerdekakan murid-murid kita baik dari ranah kognitif, psikomotorik maupun afektifnya. Menjadi pembelajaran yang berpihak pada murid yang lebih nyaman dan menyenangkan.

Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Setiap pengambilan keputusan yang dilakukan guru secara tepat dan bijak tentu akan mempengaruhi masa depan murid-murid. Mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, bisa diandalkan, dan mampu menggali potensi dan kekuatan mereka.

Apakah kesimpulan akhir  yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimpulan yang dapat diambil dari modul ini adalah bahwa pengambilan keputusan yang diambil oleh guru sebagai pemimpin pembelajaran sangat mempengaruhi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan murid. Filosofi pemikiran pandangan KHD dengan filosofi Pratap Trilokanya. Nilai-nilai yang tertanam dalam diri seorang pendidik juga mempengaruhi keputusan yang akan diambilnya serta pengambilan keputusan yang tepat dapat berdampak pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman. Keputusan yang diambil seorang guru, mempengaruhi pengajaran yang memerdekakan murid sehingga dapat membentuk karakter murid serta mempengaruhi kehidupannya di masa depan.

Jumat, 24 Februari 2023

Koneksi Antar Materi Modul 2.1 : Pembelajaran Terdiferensiasi Sebagai Upaya Menghadirkan Pembelajaran Untuk Memenuhi Kebutuhan Belajar Semua Murid


Ki Hajar Dewantara telah menyampaikan bahwa maksud dari pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia maupun anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sebagai pendidik, kita tentu menyadari bahwa setiap anak adalah unik dan memiliki kodratnya masing-masing. Tugas kita sebagai guru adalah menyediakan lingkungan belajar yang memungkinkan setiap anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal sesuai dengan kodratnya masing-masing, dan memastikan bahwa dalam prosesnya, anak-anak tersebut merasa selamat dan bahagia.

 

Setiap murid yang duduk di kelas kita adalah individu yang unik dan ini  seharusnya menjadi dasar dari praktik-praktik pembelajaran yang kita lakukan di kelas dan di sekolah, serta menjadi kerangka acuan saat mengevaluasi praktik-praktik pembelajaran kita.


Melihat betapa luas keberagaman murid-murid kita, maka sebagai guru, kita perlu berpikir bagaimana caranya kita dapat menyediakan layanan pendidikan yang memungkinkan semua murid mempunyai kesempatan dan pilihan untuk mengakses apa yang kita ajarkan secara efektif sesuai dengan kebutuhan mereka.



Fakta bahwa murid-murid kita memiliki karakteristik yang beragam, dengan keunikan, kekuatan dan kebutuhan belajar yang berbeda, tentunya perlu direspon dengan tepat. Jika tidak, maka tentunya akan terjadi kesenjangan belajar (learning gap), dimana pencapaian yang ditunjukkan murid tidak sesuai dengan potensi pencapaian yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh murid tersebut. Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk merespon karakteristik murid-murid yang beragam ini adalah dengan mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi.

Apa itu pembelajaran berdiferensiasi ? Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha guru dalam menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Artinya pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran untuk mendukung semua murid di kelas kita. Maksudnya apa ya? Perlu kita ingat bersama bahwa setiap anak adalah unik. Mereka punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Begitu pula dengan minat, gaya belajar, kebiasaan, pola pikir, kemampuan literasi dan lain-lain. Pasti berbeda kan? Nah di sinilah diperlukan usaha guru untuk dapat memenuhi kebutuhan belajar murid yang berbeda-beda agar mereka merasa nyaman saat belajar di kelas dan tentunya tujuan pembelajaran dapat tercapai.



Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha guru untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu murid. Menurut Tomlinson (1999:14) dalam kelas yang mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi, seorang guru melakukan upaya yang konsisten untuk merespon kebutuhan belajar murid. Melakukan pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

Lalu bagaimana ya cara untuk dapat melakukan pembelajaran berdiferensiasi di kelas ? Agar dapat melakukan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu memahami tujuan pembelajaran terlebih dahulu, selanjutnya mengetahui dan merespon kebutuhan belajar murid, kemudian menciptakan lingkungan belajar yang mengundang murid untuk belajar. Guru pun perlu melakukan manajemen kelas yang efektif dan melakukan penilaian secara berkelanjutan.



Berkaitan dengan kebutuhan belajar murid guru perlu memahami tiga aspek berikut ini, yaitu yang pertama adalah kesiapan belajar murid atau rediness. Untuk mengetahui kesiapan belajar mengharuskan guru untuk menilai pengetahuan awal dan menentukan apa yang telah murid ketahui dan di mana murid berada. Kedua minat murid. Minat setiap anak pasti berbeda-beda. Minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian yang ketiga adalah profil belajar murid. Profil belajar murid berkaitan dengan lingkungan, budaya, gaya belajar, dan kecerdasan majemuk yang berbeda antara satu anak dengan yang lainnya.


Kebutuhan belajar murid dapat diidentifikasi berdasarkan cara-cara berikut ini :
  • mengamati perilaku murid-murid
  • mengidentifikasi pengetahuan awal
  • mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran
  • berbicara dengan guru murid sebelumnya
  • membaca raport murid di kelas sebelumnya atau bisa juga
  • menggunakan berbagai penilaian - penilaian formatif dan diagnostik

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Strategi untuk mendiferensiasi pembelajaran bisa dilakukan dengan tiga cara yaitu diferensiasi konten, proses, dan produk. Guru dapat memilih salah satu atau kombinasi dari ketiganya. Diferensiasi konten berkaitan dengan apa yang kita ajarkan seperti materi, konsep, atau keterampilan yang perlu dipelajari berdasarkan kurikulum. Mendiferensiasi konten bisa dilakukan dengan membedakan pengorganisasian atau format penyampaian materi bukan mengubah atau menurunkan standar kurikulum. Sedangkan diferensiasi proses berupa kegiatan yang memungkinkan murid berlatih dan memahami atau memaknai konten dengan cara membedakan proses yang harus dijalani oleh murid. Dan diferensiasi produk berupa bukti yang menunjukkan apa yang murid telah pahami dengan cara membedakan atau memodifikasi produk sebagai hasil belajar murid, hasil latihan penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.


Lalu adakah keterkaitan antara modul pembelajaran berdiferensiasi dengan modul-modul yang lain? Tentu saja ada. Untuk dapat melakukan pembelajaran berdiferensiasi maka guru harus berusaha memenuhi kebutuhan belajar anak sesuai dengan kodrat alam dan juga kodrat zaman berdasarkan filosofi Ki Hajar Dewantara. Dalam melakukan pembelajaran berdiferensiasi seorang guru penggerak harus berpihak pada murid, reflektif, mandiri, kolaboratif dan juga inovatif untuk dapat menciptakan pembelajaran - pembelajaran berdiferensiasi agar dapat memenuhi kebutuhan murid. Dengan demikian seorang guru penggerak dapat mewujudkan kepemimpinan murid dengan menuntun murid merdeka belajar. Hal ini sesuai dengan nilai dan peran guru penggerak. Selanjutnya pembelajaran berdiferensiasi pun dapat menjadi salah satu strategi untuk mewujudkan visi guru penggerak yang berpihak pada murid. Dan dalam pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi antara guru dan murid harus ada kesepakatan kelas terlebih dahulu agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik sesuai dengan nilai-nilai budaya positif.

Demikian paparan saya mengenai pembelajaran terdiferensiasi dan kaitan antara materi dalam modul 2.1 dengan modul lain (modul 1.1, 1.2, 1.3, dan 1.4) di Program Pendidikan Guru Penggerak. Melalui tulisan ini saya menjadi lebih paham, seperti apa sebaiknya saya sebagai guru dalam menghadirkan pembelajaran yang lebih bermakna di kelas untuk para murid - murid. Seperti kata Arthur Aufderheide, yang menyampaikan bahwa "Semua pengetahuan terhubung ke semua pengetahuan lainnya. Yang menyenangkan adalah membuat koneksinya.”