Senin, 07 November 2022

Kesimpulan dan Refleksi Mengenai Pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

Halo sahabat Kak Agus.

Salam dan Bahagia Bapak dan Ibu Guru Hebat

Perkenalkan nama saya I Made Agus Suputrayasa, S.Pd.Gr. Saya adalah Calon Guru Penggerak Angkatan 7 dari Provinsi Bali. Pada kesempatan ini saya akan berbagi mengenai Kesimpulan Dan Refleksi Mengenai Pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang saya pelajari pada modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 7.



Kesimpulan


        Ki Hadjar Dewantara menjelaskan bahwa maksud pendidikan yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Beliau mengibaratkan bahwa pendidikan sebagai taman tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat, ruang berlatih dan tumbuhnya nilai-nilai kemanusiaan yang dapat diteruskan atau diwariskan. Sementara pendidik adalah petani atau tukang kebun yang fungsinya menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat memperbaiki lakunya hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Anak - anak itu seperti biji tumbuhan yang disemai dan ditanam oleh petani atau tukang kebun di lahan yang disediakan. Petani atau tukang kebun hanya dapat menuntun atau merawat tumbuhnya tanaman memberi pupuk dan air memperbaiki kondisi tanah dan membasmi hama yang memungkinkan mengganggu hidup tanaman. Tentunya beda jenis tanaman beda pula perlakuannya, artinya bahwa seorang pendidik harus bisa melayani segala bentuk kebutuhan metode belajar anak yang berbeda-beda atau berorientasi pada anak.





        Sebagai upaya untuk mewujudkan maksud pendidikan tersebut Ki Hadjar Dewantara melalui pemikirannya yaitu menuntun ( among ) memiliki semboyan yaitu Ing Ngarso Sung tulodo artinya di depan memberi teladan, ing Madyo Mangun Karso artinya di tengah membangun kekuatan dan Tut wuri Handayani artinya di belakang memberi dorongan. Berdasarkan pemahaman saya terkait semboyan tersebut, pendidik diharapkan mampu untuk menjadi teladan dan memberikan arahan, tuntunan dan bimbingan di depan siswa untuk mencapai suatu tujuan. Selain itu, pendidik juga diharapkan mampu menjadi teman dan sahabat belajar bagi murid dengan memfasilitasi kegiatan belajar dan memberikan pengalaman - pengalaman belajar yang bermakna bagi murid sehingga menumbuhkan motivasi belajar murid dari dalam diri mereka. Serta, pendidik diharapkan mampu untuk memberikan dorongan, motivasi dan penguatan kepada murid - murid agar mereka dapat memunculkan dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan ke kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.




        Seorang pendidik perlu mempertimbangkan kodrat sang anak, yaitu kodrat alam dan kodrat zaman, seperti yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara, bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan isi dan irama. Sesungguhnya anak sudah memiliki sifat- sifat bawaan sesuai kodratnya. Kodrat alam atau sifat dasar yang ada pada anak tidak bisa diubah oleh guru. Sehingga guru tidak perlu menghilangkan sifat dasar anak tersebut, namun guru menuntun agar anak dapat memunculkan lebih banyak sifat-sifat baik yang ada pada dirinya sehingga dapat menutupi sifat yang kurang baik pada anak.

        Selain mempertimbangkan kodrat alam, pendidik juga perlu mempertimbangkan kodrat zaman, karena setiap orang hidup di zaman yang berbeda. Jangan sekali-kali menyamakan pendidikan anak di tahun 90-an dengan pendidikan anak di tahun 2000-an, karena jelas mereka memiliki zaman yang berbeda. Oleh karena itu sebagai pendidik kita harus melek teknologi dan informasi terhadap segala perubahan zaman. Anak perlu diberikan keterampilan yang sesuai dengan zamannya sehingga bisa menjadi pribadi yang mandiri dan merdeka hidup di zamannya. Misalnya saja anak yang hidup di era industri 4.0 dengan berbagai kemajuan teknologi. Guru perlu untuk memberikan tuntunan keterampilan yang sesuai agar proses belajar anak tetap mengarah pada hal yang positif dan tidak melupakan budaya yang dimiliki.
    
        Menurut Ki Hadjar Dewantara manusia merdeka adalah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Maksud pengajaran dan pendidikan yang berguna untuk perikehidupan bersama ialah memerdekakan manusia sebagai bagian dari persatuan (rakyat). Pendidikan merupakan suatu proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani dan rohani. Murid juga memiliki kodrat merdeka dan bahagia. Kodrat merdeka artinya manusia secara lahir dan batin tidak tergantung pada orang lain/ tidak terperintah, tanpa tekanan dan bebas mengatur dirinya sendiri. Merdeka batin dapat diperoleh melalui pendidikan dan merdeka lahir didapatkan melalui pengajaran. Sedangkan kodrat bahagia anak diperoleh dari bermain.

        Bermain adalah salah satu kodrat anak dan permainan anak dapat menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian, pembelajaran yang dilaksanakan baik di dalam kelas maupun di luar kelas hendaknya dapat memperhatikan kodrat anak yang suka bermain. Bila kita memperhatikan anak-anak saat sedang bermain, tentu yang dirasakan adalah kegembiraan dan kebahagiaan. Hal ini akan memberikan kesan yang positif pada anak dan akan membekas dalam hati dan pikirannya. Selain itu, melalui permainan ini dapat menjadi upaya guru untuk menghilangkan rasa bosan, jenuh dan hilangnya konsentrasi pada anak kegiatan pelajaran. Guru hendaknya memasukan unsur-unsur permainan dalam pembelajaran, misalnya menyisipkan ice breaking maupun permainan-permainan tradisional yang ada di daerah sekitar.

        Ki Hadjar Dewantara juga menyampaikan terkait pendidikan yang berpihak pada anak, yaitu bebas dari segala ikatan dengan suci hati mendekati sang anak bukan meminta sesuatu hak, melainkan untuk berhamba pada sang anak. Pokok pendidikan harus terletak di dalam pangkuan guru dengan menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati sehingga pendidikan dapat "berhamba pada sang anak" dengan semurni-murninya dan seiklas iklasnya, sebab cinta kasihnya kepada anak-anak dapat dikatakan cinta kasih yang tak terbatas.

        Tumbuh kembangnya anak diluar kecakapan dari seorang pendidik, maka dari itu pendidik hanya dapat menuntun tumbuh kembangnya anak dengan menanamkan budi pekerti sebagai upaya menguatkan karakter anak. Dengan demikian seorang pendidik diharapkan dapat memberikan kebebasan dan kebahagiaan kepada anak untuk mengembangkan potensi, bakat dan minat murid, sehingga mereka dapat mandiri dan bersandar atas kekuatan sendiri dalam memenuhi kebutuhan belajarnya dengan kata lain Merdeka belajar.

Ilustrasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara
Dasar Pemikiran KHD - Menuntun oleh I Suputrayasa


Refleksi

        Kepercayaan saya terhadap murid dan pembelajaran di kelas sebelum mempelajari modul 1.1 yaitu guru merupakan subjek utama kegiatan pembelajaran. menyamakan metode dan strategi pembelajaran kepada semua murid. Pembelajaran lebih sering berpusat kepada guru (teacher centered), artinya guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Kemudian guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada murid secara klasikal dengan metode ceramah, diskusi dan tanya jawab. Murid hanya mencatat dan mempelajari materi dari apa yang sudah diberikan dari guru. Murid dikatakan berhasil dalam belajarnya apabila mereka dapat mengerjakan dan menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru dengan memperoleh nilai di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Selain itu, meskipun telah mempertimbangkan kodrat zaman murid melalui pemanfaatan teknologi pada pembelajaran, namun penugasan yang diberikan kepada siswa cenderung sama dan kurang mempertimbangkan potensi dari setiap anak yang beraneka ragam. Pembelajaran masih sering kaku dan tegang, kurang memberikan kebahagiaan melalui kegiatan ice breaking, permainan maupun aktivitas di luar kelas.

        Setelah mempelajari Modul 1.1 Filosofis Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara, banyak hal yang saya pahami, sehingga ada perubahan pemikiran atau perilaku yang saya dapatkan. Perubahan yang paling menonjol adalah perubahan sudut pandang saya mengenai pengajaran dan pendidikan. Seperti yang disampaikan oleh Ki Hadjar Dewantara yakni pengajaran merupakan salah satu bagian dari pendidikan dan pengajaran itu tidak lain adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau faedah buat hidup anak-anak, baik lahir maupun batin. Sedangkan pendidikan dapat diartikan sebagai tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Dengan kata lain menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Anak - anak bukanlah kertas kosong, melainkan mereka adalah sebuah kertas yang telah bertuliskan samar - samar, kita sebagai pendidik bertugas untuk menebalkan tulisan - tulisan samar tersebut agar terbaca dengan jelas. Merujuk dari pemikiran tersebut maka saya selaku guru tentu tidak dapat mengubah kodrat anak akan tetapi dalam prakteknya nanti dapat menuntun dengan memfasilitasi dan memberikan acuan-acuan yang baik agar kodrat anak dapat tumbuh kembang dengan baik. Setiap anak adalah benih - benih pada taman kehidupan, lain benih tentu lain pula perlakuannya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap anak memiliki kodratnya masing-masing dan tidak dapat disamakan maka dari itu saya memiliki pemikiran bahwa dalam perlakukan di kelas tentu harus berbeda antara anak yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu penting bagi saya untuk dapat memahami setiap kodrat anak yang beraneka ragam sebelum memulai pembelajaran agar dapat memberikan tuntunan yang tepat sesuai dengan kebutuhan belajar anak.

        Setelah memahami karakteristik belajar murid yang beragam, tentunya saya sebagai pendidik perlu untuk memahami bahwa guru bukanlah sebagai satu - satunya sumber belajar di kelas, dan guru bukanlah sebagai satu - satunya penentu keputusan di dalam kelas, dalam hal ini keterlibatan siswa dan lingkungan belajar perlu untuk dilibatkan untuk menciptakan lingkungan belajar yang nyaman, aman dan membawa kebahagiaan bagi murid-murid. Perubahan pola pikir ini tentunya akan mampu menumbuhkan karakter budi pekerti murid di dalam kelas melalui pembiasaan. Pembiasaan ini kemudian disesuaikan dengan kultur budaya dengan menerapkan konsep Tat Twam Asi dalam Konteks Ngayah untuk mewujudkan Merdeka Belajar. Tat Twam Asi artinya aku adalah kamu, kamu adalah aku. Kata ngayah sendiri berasal dari Bahasa Bali dengan akar kata “Ayah, Ayahan, Pengayah, Ngayahang” yang berarti pelayanan atau orang yang bertugas melayani dan mengabdikan diri tanpa memperoleh imbalan. Berdasarkan konsep tersebut, maka seorang guru sepatutnya menciptakan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi murid untuk saling berkolaborasi secara merdeka (tanpa paksaan) dalam kelompok - kelompok kecil untuk saling melayani dan membantu belajar satu sama lain antara guru dan murid, murid dan murid serta murid dengan lingkungan belajarnya. Dalam diskusi kelompok guru dan murid memahami bahwa mereka perlu saling menghargai satu sama lain dan saling mengisi satu sama lain serta menyadari bahwa aku adalah kamu dan kamu adalah aku sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menumbuhkan rasa saling memiliki, peduli dan jujur terhadap capaian pembelajaran yang dilalui. Konsep ini yang menjadi dasar dan pedoman saya selaku guru untuk menanamkan karakter agar anak memiliki budi pekerti yang luhur.

        Aktivitas atau kegiatan yang saya terapkan agar kelas mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Pertama, memposisikan guru bukan lagi sebagai subjek utama dalam pembelajaran melainkan sebagai fasilitator dan mediator. Memfasilitasi seluas-luasnya tumbuh kembangnya potensi anak sesuai dengan minat dan bakatnya. Anak bukan lagi sebagai selembar kertas kosong yang perlu diisi oleh guru akan tetapi meyakini anak bahwa setiap anak sudah memiliki potensinya masing-masing meskipun masih samar-samar. Saya perlu berupaya semaksimal mungkin menggali dan menebalkan potensi-potensi anak tersebut melalui asesmen diagnostik di awal pembelajaran untuk mengetahui potensi, gaya belajar dan kebutuhan anak. Setelah mengenali dan memahami karakteristik serta kebutuhan setiap anak, dilanjutkan dengan merancang strategi pembelajaran yang berdiferensiasi (sumber belajar, proses dan produk) yang tepat dan dapat merangkul semua kebutuhan belajar anak yang beraneka ragam. Memberikan kebebasan kepada anak untuk berkreasi dan berkarya dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada serta mengutamakan keterlibatan murid dalam setiap kegiatan pembelajaran di kelas. Meskipun anak diberikan kebebasan, sebagai guru tentu memberikan tuntunan agar kebebasan yang dimaksud tetap berdasarkan pada kesepakatan kelas yang sesuai pada norma-norma agama, kesopanan dan kesusilaan.

        Kedua, upaya menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna, yaitu melalui pembelajaran yang kontekstual dan mendekatkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari. Menyisipkan kegiatan ice breaking maupun permainan yang dapat mencairkan suasana belajar untuk menghilangkan kebosanan, kejenuhan dan hilangnya konsentrasi belajar. Pemanfaatan media pembelajaran berbasis TIK pun perlu untuk saya terapkan untuk melatih keterampilan mereka sesuai zaman saat ini. Seperti pemanfaatan quizizz, edpuzzle, maupun aplikasi google workspace for education. Hal ini perlu untuk diperhatikan sebagai upaya untuk memperlakukan murid sesuai kodrat alam, zaman, merdeka dan bahagia. Kegiatan ini tentu sejalan dengan kodrat anak yang senang bermain. Ketika anak senang maka sebagai guru akan mudah memfasilitasi belajar anak dan lebih mudah menanamkan nilai-nilai budi pekerti kepada anak.

        Ketiga, dalam proses pembelajaran dan pendidikan tentu sebagai manusia tidak pernah luput dari kesalahan begitu pula ketika siswa melakukan kesalahan yang saya lakukan adalah tidak memberikan hukuman karena saya menyadari hukuman bukanlah solusi yang tepat untuk memecahkan persoalan atau kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Saya akan memberikan penguatan dan bimbingan yang terarah kepada siswa agar mereka menyadari kesalahan dan mau merefleksi perbuatannya untuk merubah kesalahan tersebut dengan tulus dari hati nuraninya. Ketika anak melakukan praktek baik dalam proses pembelajaran saya akan memberikan apresiasi yang positif kepada anak agar ia mau mempertahankan dan selalu mengulang praktek baiknya tersebut dalam kesehariannya.

        Keempat, sebagai wujud dari tujuan pendidikan lahirnya anak yang memiliki budi pekerti yang baik. Saya akan mengadopsi konsep Tat Twam Asi dalam Konteks Ngayah untuk mewujudkan Merdeka Belajar. Tat Twam Asi artinya aku adalah kamu, kamu adalah aku. Kata ngayah sendiri berasal dari Bahasa Bali dengan akar kata “Ayah, Ayahan, Pengayah, Ngayahang” yang berarti pelayanan atau orang yang bertugas melayani dan mengabdikan diri tanpa memperoleh imbalan. Berdasarkan konsep tersebut, maka seorang guru sepatutnya menciptakan kegiatan pembelajaran yang memfasilitasi murid untuk saling berkolaborasi secara merdeka (tanpa paksaan) dalam kelompok - kelompok kecil untuk saling melayani dan membantu belajar satu sama lain antara guru dan murid, murid dan murid serta murid dengan lingkungan belajarnya. Dalam diskusi kelompok guru dan murid memahami bahwa mereka perlu saling menghargai satu sama lain dan saling mengisi satu sama lain serta menyadari bahwa aku adalah kamu dan kamu adalah aku sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Menumbuhkan rasa saling memiliki, peduli dan jujur terhadap capaian pembelajaran yang dilalui. Saya memilih konsep ajaran ini untuk diterapkan karena sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dan tentunya relevan jika diterapkan pada masa sekarang.

Konsep Tat Twam Asi dalam Konteks Ngayah
Konteks Sosial Kultural Sejalan dengan Pemikiran KHD oleh I Made Agus Suputrayasa


        Kelima, saya berharap dapat memaknai dan mengimplementasikan semboyan Ki Hadjar Dewantara, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, dari depan saya dapat menjadi teladan atau contoh bagi setiap siswa, Ing Madyo Mangun Karso, dari tengah saya dapat membangkitkan dan memberikan semangat bagi setiap siswa, dan Tut Wuri Handayani dari belakang saya dapat memberikan dorongan moral serta semangat belajar bagi setiap murid.

        Demikian paparan saya mengenai kesimpulan dan refleksi saya mengenai pemikiran Ki Hadjar Dewantara. Semoga dapat menjadi referensi untuk belajar, berbagi dan berkolaborasi bersama - sama dalam mewujudkan merdeka belajar.

Salam Guru Penggerak
Belajar, Bergerak, Berbagi.

0 Comments:

Posting Komentar